Minggu, 14 Juli 2013

cooperatif Learning



MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Ujian Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing : Ust. Ahmad Mu’is, S.Ag, M.A.


LOGO UMM.jpg









Oleh :
Ahmad Syaifudin
Semester IV
Prodi : MPI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEPUHARJO MALANG
Juni 2013




 BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Metode ceramah yang digunakan pada pendidikan Agama Islam mengakibatkan pendidikan agama Islam terasa mandul dalam mengkonstruk insan yang ideal. Metode ceramah juga akan berimplikasi negatif terhadap peserta didik dalam menyimpan informasi yang didapatkan dari guru ataupun dari berbagai sumber pembelajaran. Dalam beberapa laporan penelitian mensinyalir bahwa terdapat berberapa alasan yang kebanyakan orang cederung melupakan apa yang mereka dengar.
Salah satu alasan yang paling menarik adalah perbedaan tingkat kecepatan bicara pengajar dengan tingkat kecepatan kemampuan siswa mendengarkan. Guru berbicara kurang lebih 100-200 kata per menit. Namun, beberapa banyak kata yang dapat siswa dengar ?. Jika siswa betul-betul berkonsentrasi, barangkali mereka dapat mendengar antara 50-100 kata permenit. Dan ketika siswa mendengarkan secara terus menerus, siswa cenderung bosan dan fikiran mereka akan melayang-layang kemana-mana.2 Hasil penelitian lain mengungkapkan bahwa, dengan metode ceramah perhatian siswa berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu, cenderung mengarah pada tingkat belajar lebih rendah dari informasi faktual, mengasumsikan bahwa siswa cenderung tidak menyukainya. 3
Oleh sebab itu, seorang pendidik harus membimbing, mengarahkan dan menciptakan kondisi belajar yang kondusif bagi peserta didik sesuai dengan kemampuan potensi yang mereka miliki. Untuk mencapai pembelajaran yang aktif dan efektif, guru Pendidikan Agama Islam harus mengurangi metode ceramah dan mulai mengembangkan metode lain dengan melibatkan siswa secara aktif.
Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif adalah metode Cooperative Learning. Metode Cooperative Learning adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun kelompok.4 Berbagai hasil penelitian menyimpulkan manfaat Cooperative Learning tidak hanya menghasilkan prestasi akademik yang lebih tinggi untuk seluruh siswa namun juga meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan untuk melakukan hubungan sosial serta mampu mengembangkan saling kepercayaan sesamanya baik secara individu maupun kelompok, dan kemampuan saling membantu dan bekerjasama antar teman. Dan pula terhindar dari persaiangan antar individu, dengan kata lain tidak saling mengalahkan antar siswa.
Ada beberapa teknik dalam metode Cooperative learning diantaranya: teknik mencari pasangan, bertukar pasang, jigsaw, berfikir berpasangan berempat dan lain-lain. Teknik Jigsaw dan berfikir berpasangan berempat adalah metode yang memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja bersama-sama dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.
Metode Cooperative Learning dapat digunakan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam di SMP yang antara lain untuk memahami, menghayati, meyakini dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia dan pada saat yang sama siswa dapat bekerja sama dengan orang lain serta dapat meningkatkan prestasi akademik.
B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari model pembelajaran Cooperative Learning?
2.      Apa saja teori belajar yang melandasi model pembelajaran Cooperative Learning?
3.      Bagaimana penerapan pada Pendidikan Islam ?







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua Siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu  Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.
Prinsip model pembelajaran kooperatif  yaitu 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses kelompok (Lie, 2000).
Manfaat dari Cooperative Learning antara lain: meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya, membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, mengembangkan keterampilan sosial siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.
Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial. Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah,  dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.
B.     Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Belajar kooperatif mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan belajar kooperati menurut Hill & Hill (1993: 1-6) adalah (1) meningkatkan perestasi siswa, (2) memperdalam pemahaman siswa, (3) menyenangkan siswa, (4) mengembangkan sikap kepemimpinan, (5) menembangkan sikap positif siswa, (6) mengembangkan sikap menghargai diri sendiri, (7) membuat belajan secara inklusif, (8) mengembangkan rasa saling memiliki, dan (9) mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
Selain mempunyai kelebihan, belajar kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan. Menurut Dess (1991: 411) beberapa kelemahan belajar kooperatif adalah (1) membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target kurikulum, (2) membutuhkan waktu yamg lama untuk guru sehingga kebanyakan guru tidak mau menggunakan strategi kooperatif, (3) membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau menggunakan strategi belajar kooperatif, dan (4) menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
C.    Dampak Terhadap Pendidikan Agama Islam
Di dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam terutama karya-karya ilmiah berbahasa Arab, terdapat berbagai istilah yang digunakan oleh ulama’ dalam memberikan pengertian tentang “Pendidikan Islam” dan sekaligus untuk diterapkan dalam konteks yang berbeda-beda.
Menurut Zakiyah Daradjat, pendidikan Islam didefinisikan dengan suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. 11
Definisi lain menyebutkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses yang mengarahkan manusia pada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan fitrah dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar). Pendidikan Islam itu menurut Hasan Langgulung, seperti yang di kutip oleh Muhaimin bahwa Pendidikan Islam setidaknya tercakup dalam delapan pengertian yaitu:
Al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al-din (pengajaran agama), al-ta'lim al-diny (pengajaran keagamaan), a1-ta'lim al-islamy (pengajaran keIslaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang islam), al-tarbiyah fi al-islam (pendidikan dalam islam) al-tarbiyah inda' al-muslimin (pendidikan dikalangan orang-orang Islam) dan al-tarbiyah al-Islamy (pendidikan Islam).
Para ahli pendidikan Islam bisaanya telah menyoroti istilah-istilah tersebut yaitu istilah At-Ta’diib, At-Ta’liim dan At-tarbiyah dari aspek perbedaan antara pendidikan dan pengajaran. Prof. DR. Muhammad Athiyyah al-Abrasyi dan Prof. DR. Mahmud Yunus menyatakan bahwa istilah Tarbiyah dan Ta’llim dari segi makna istilah maupun aplikasinya memiliki perbedaan mendasar, mengingat dari segi makna istilah tarbiyah berarti mendidik, sementara ta’liim berarti mengajar, dua istilah tersebut secara substansial tidak bisa disamakan.
Imam Baidawi mengatakan bahwa istilah pendidikan (tarbiyah) lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan lslam. Sedangkan DR. Abdul Fattah Jalal dari hasil kajiannya berkesimpulan bahwa istilah pengajaran (ta’llim) lebih luas jangkauannya dan lebih umum sifatnya dari pada pendidikan. Di kalangan penulis Indonesia istilah pendidikan bisaanya lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap, dan kepribadian, atau lebih mengarah pada afektif, sementara pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan atau menonjolkan dimensi kognitif dan psikomotor.
Kajian lainnya berusaha membandingkan dua istilah di atas dengan istilah ta’dib, sebagaimana dikatakan oleh Syed Naquib al-Attas, yang lahir di Bogor Jawa Barat pada tanggal 5 September 1931 dan kini menjadi warga negara Malaysia, seperti yang dikutip oleh Abd. Halim Soebahar bahwa dari hasil kajiannya ditemukan bahwa istilah ta’dib lebih tepat untuk di gunakan dalam konteks pendidikan Islam, dan kurang setuju terhadap penggunaan istilah tarbiyah dan ta’lim.
Terminologi di atas, terkesan belum terlihatnya penekanan pada nilai-nilai religius sebagai nilai yang tidak terlepaskan pada diri manusia dan sebagai nilai kontrol. Untuk itu, para ahli ilmuan muslim yang lain, mencoba untuk mendefinisikan terminologi pendidikan dalam perspektif Islam yang secara khusus pada beberapa visi antara lain:
a. Prof. H. M. Arifin, memandang bahwa, pendidikan Islam adalah “suatu proses sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah (anak didik) dengan berpedoman pada ajaran Islam”. Dan pendidikan Islam merupakan usaha dari orang dewasa (muslim) yang bertaqwa, yang secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (potensi dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangan.
b. Sedangkan Burlian Somad, seperti yang dikutip oleh Djamaluddid dalam bukunya “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, mengatakan bahwa pendidikan Islam sebagai pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya adalah mewujudkan tujuan itu, yaitu ajaran
c. Allah. Sedangkan Ahmad D. Marimba, melihat bahwa pendidikan Islam adalah suatu konsep yang berupa bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan demikian, memungkinkan anak didik –baca peserta didik- dapat hidup
sesuai dengan perkembangan lingkungan di mana ia berada.13
d. Pengertian di atas juga sejalan dengan hasil seminar Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai dengan tanggal 11 Mei 1960 di Cipayung-Bogor” bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.
Dari pengertian yang dibangun oleh ilmuan muslim dalam mendefinisikan pendidikan Islam tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah rangkaian proses sistematis, terencana dan komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada peserta didik, mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik sehinggga mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (Al-Qur’an dan Al-Hadist) pada semua dimensi kehidupannya.
Dengan dimensi tersebut, akan berimplikasi pada pendidikan itu sendiri, antara lain:
a) Pendidikan dilakukan oleh pendidik yang benar-benar kompeten di bidangnya, tanpa terkelupasnya nilai agama pada dirinya.
b) Pendidikan dilakukan dengan berdasarkan normatif Ilahiyah.
c) Pendidikan di lakukan sesuai dengan potensi anak didik.
d) Pendidikan tidak hanya sekedar berorientasi pada kehidupan duniawi, akan tetapi juga berorientasi pada kehidupan ukhrawi.
e) Pendidikan harus bertanggung jawab penuh pada perkembangan anak didik, baik kepada masyarakat maupun kepada Allah.
f) Pendidik harus merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan sesuai dengan Sunnatullah.
g) Proses pendidikan harus melihat semua saluran, baik saluran formal. Informal, maupun nonformal, dalam upaya mengembangkan pribadi anak didik sehingga mampu menangkal nilai-nilai amoral.

Dari implikasi tersebut di atas, akan terciptalah suatu interaksi yang komunikatif antara pendidik dan anak didik dan masyarakat secara integral dalam upaya meningkatkan generasi yang berkualitas, beriman dan bertaqwa kepada khaliknya










BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu  Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.
2.      Demikian ini menjadi penting agar metode pengajaran Pendidikan Islam hanya melakukan pengulangan demi pengulangan yang tak berkesudahan. Metode ini dirasakan menjadi bentuk reformasi pengajaran pendidikan agama Islam di sekolah agar sesuai dengan perubahan semangat zaman di masa sekarang.

Tentunya, dengan segala kekurangannya, metode ini perlu diapresiasi menjadi salah satu solusi kebuntuan metode pendidikan di masa sekarang.
Wallahu’alam.













Daftar Pustaka

Aly, Djamaluddin dan Abdulllah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1999.

B Santos, Cooperative Learning: Penerapan Tekhnik Jigsaw Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SLTP. Buletin Pelangi Pendidikan. Vol. 1. No. 1. 1999.

Lie, Anita. Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana. 2002.

Majid, Abdul, S. Ag. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Rosda Karya. 2005.

Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. 2003.

Sardiman A. M, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007.

Silberman, Malvin L, Active Learning Page: 101. Strategi to Teach Any Subject. Terjemahan oleh Sardjuli.dkk. Massachusetts: United States of America. 1996.

Soebahar, Abd. Halim, Drs. H. MA. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2002.

Sutrisno, Revolusi Pendidikan di Indonesia: Membedah Metode dan Tehnik Pendidikan Berbasis Kompetensi. Yogjakarta: Ar-Ruzz. 2005.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar