MAKALAH
Perkembangan Moral Peserta Didik
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Peserta Didik
Dosen
Pembimbing : Ust. Duki,S.Ag,M.A.
Oleh
:
Ahmad
Syaifudin
Semester
IV
Prodi
: MPI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEPUHARJO
MALANG
Juni
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada tiga konsep
yang masing-masing mempuyai makna, pengaruh, dan konsekuensi yang besar
terhadap perkembangan perilaku individu, termasuk juga perilaku remaja, yaitu
nilai, moral dan sikap.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis,
sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Kehidupan modern sebagai dampak kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi menghasilkan berbagai perubahan,pilihan dan
kesempatan,tetapi mengandung berbagai resiko akibat kompleksitas kehidupan yang
ditimbulkan adalah munculnya nilai-nilai modern yang tidak jelas dan
membingungkan anak. Upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap juga diharapkan
dapat dikembangkan secara efektif di lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, sebagai mahasiswa Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, kita harus bisa memahami pola-pola prilaku
masyarakat terutama remaja yang akan kita didik nanti agar dapat menjadi
pribadi teladan yang akan mengajar, mendidik dan memahami kondisi remaja yang
akan kita hadapi.
B.
RUMUSAN MASALAH
- Apa hakikat nilai, moral dan sikap dalam kehidupan manusia ?
- Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nilai, moral dan sikap manusia ?
- Apa hubungan antara lingkungan moral peserta didik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Nilai Moral Dan Sikap
1.Nilai
Dalam kamus
bahasa Indonesia, nilai adalah harga, angka kepandaian. Adapun menurut
Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh
individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial
tertentu.
Dalam
perspektif Spranger, kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan
nilai-nilai dan kesejahteraan. Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai
dimensi nilai dalam kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui
kekuatan individual yang dikenal dengan istilah “ roh subjektif” (subjective
spirit) dan kekuatan nilai-nilai budaya merupakan “roh objektif” (objevtive
spirit). Roh objektif akan berkembang manakala didukung oleh roh subjektif,
sebaliknya roh subjektif terbentuk dan berkembang dengan berpedoman kepada roh
objektif yang diposisikan sebagai cita-cita yang harus dicapai.
Menurut
Harrocks, Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok
sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang
ingin dicapai.
Dalam buku psikologi
perkembangan peserta didik oleh Prof. Sinolungan mengatakan nilai adalah suatu
yang diyakini kebenarannya, dipercayai dan dirasakan kegunaannya, serta
diwujudkan dalam sikap atau perilakunya. Jadi, nilai bersifat normatif, suatu
keharusan yang menuntut diwujudkan dalam tingkah laku, misalnya nilai kesopanan
dan kesederhanaan. Misalnya, seseorang yang selalu bersikap sopan santun akan
selalu berusaha menjaga tutur kata dan sikap sehingga dapat membedakan tindakan
yang baik dan yang buruk. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu dikenal terlebih
dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru kemudian akan terbentuk
sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut.
Secara dinamis,
nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh
individu serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. Nilai merupakan
standar konseptual yang relatif stabil dan emplisit membimbing individu dalam
menentukan tujuan yang ingin dicapai serta aktivitas dalam rangka memenuhi
kebutuhan psikologisnya.
2.
Moral
Istilah moral
berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan,
adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang
umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral
merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam
kehidupannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar
baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas
merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan
kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan
demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan
keharmonisan.
Perubahan pokok
dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral
khusus dengan konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat umum,
membangun kode moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individual, dan
mengendalikan perilaku melalui perkembangan hati nurani.
3.
Sikap
Fishbein
(1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk
merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten
yang mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik
dengan respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung
tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara
operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan
yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang,
peristiwa, atau situasi.
Menurut
Chaplin (1981) dalam Dictionary of Psychology menyamakan sikap dengan
pendirian. Chaptin menegaskan bahwa sumber dari sikap tersebut bersifat
kultural, familiar, dan personal. Artinya, kita cenderung beranggapan bahwa
sikap-sikap itu akan berlaku dalam suatu kebudayaan tertentu, selaku tempat
individu dibesarkan. Jadi, ada semacam sikap kolektif (collective attitude)
yang menjadi stereotipe sikap kelompok budaya masyarakat tertentu. Sebagian
besar dari sikap itu berlangsung dari generasi ke generasi di dalam struktur
keluarga. Akan tetapi, beberapa darin tingkah laku individu juga berkembang
selaku orang dewasa berdasarkan pengalaman individu itu sendiri. Para ahli
psikologi sosial bahkan percaya bahwa sumber-sumber penting dari sikap individu
adalah propaganda dan sugesti dari penguasa-penguasa, lembaga pendidikan, dan
lembaga-lembaga lainnya yang secara sengaja diprogram untuk mempengaruhi sikap
dan perilaku individu.
B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Nilai, Moral, dan Sikap
Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik
yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi
psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi
yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan
mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu yang tumbuh dan
berkembang di dalam dirinya.
1.
Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai lingkungan pertama yang
mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap seseorang. Biasanya tingkah
laku seseorang berasal dari bawaan ajaran orang tuanya. Orang-orang yang tidak
memiliki hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa kecil, kemungkinan
besar mereka tidak mampu mengembangkan superegonya sehingga mereka bias menjadi
orang yang sering melakukan pelanggaran norma.
2.
Lingkungan Sekolah
Di sekolah,
anak-anak mempelajari nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat sehingga
mereka juga dapat menentukan mana tindakan yang baik dan boleh dilakukan.
Tentunya dengan bimbingan guru. Anak-anak cenderung menjadikan guru sebagai
model dalam bertingkah laku, oleh karena itu seorang guru harus memiliki moral
yang baik.
3.
Lingkungan Pergaulan
Dalam
pengembangan kepribadian, factor lingkungan pergaulan juga turut mempengaruhi
nilai, moral dan sikap seseorang. Pada masa remaja, biasanya seseorang selalu
ingin mencoba suatu hal yang baru. Dan selalu ada rasa tidak enak apabila
menolak ajakan teman. Bahkan terkadang seorang teman juga bisa dijadikan
panutan baginya.
4.
Lingkungan Masyarakat
Masyarakat
sendiri juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan moral. Tingkah
laku yang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri
yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri untuk pelanggar-pelanggarnya.
5.
Teknologi
Pengaruh dari
kecanggihan teknologi juga memiliki pengaruh kuat terhadap terwujudnya suatu
nilai. Di era sekarang, remaja banyak menggunakan teknologi untuk belajar
maupun hiburan. Contoh: internet memiliki fasilitas yang menwarkan berbagai
informasi yang dapat diakses secara langsung.
Nilai positifnya, ketika remaja atau siswa
mencari bahan pelajaran yang mereka butuhkan mereka dapat mengaksesnya dari
internet. Namun internet juga memiliki nilai negative seperti tersedianya situs
porno yang dapat merusak moral remaja. Apalagi pada masa remaja memiliki rasa
keingintahuan yang besar dan sangat rentan terhadap informs seperti itu. Mereka
belum bisa mengolah pikiran secara matang yang akhirnya akan menimbulkan
berbagai tindak kejahatan seperti pemerkosaan dan hamil di luar nikah/hamil
usia dini.
Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang penuh rasa aman secara
psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh bina kasih, dan religius
dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur, moralitas
tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebaliknya individu yang tumbuh dan
berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik, pola interaksi
yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka
harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang
memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku terpuji
menjadi diragukan.
Perkembangan moral seorang anak banyak
dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak memperoleh
nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar
untuk mengenal nlai-nilai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam
mengembangkan nilai moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama
pada waktu anak masih kecil.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ada tiga konsep
yang masing-masing mempuyai makna, pengaruh, dan konsekuensi yang besar
terhadap perkembangan perilaku individu, termasuk juga perilaku remaja, yaitu
nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat
keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai,
kedua moral yang berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara
dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai
dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan
wajar, ketiga adalah sikap.Fishbein (1975) mendefenisikan sikap adalah
predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap
suatu objek.
Dalam
konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika ketiganya sudah
menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan superegonya
dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan
aturan moral tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral.
Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik
yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Suatu sistem
sosial yang paling awal beruasaha menumbuhkembangkan sistem nilai, moral, dan
sikap kepada anak adalah keluarga. Melalui proses pendidikan, pengasuhan,
pendampingan, pemerintah, larangan, hadiah, hukuman, dan intervensi edukatif
lainnya, para orang tua menanamkan nilai-nilai luhur, moral, dan sikap yang
baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Asrori, Muhammad, 2006, Psikologi
Remaja, Jakarta:PT Bumi Aksara.
Corey, Gerald, 2009, Teori dan Praktek
KONSELING DAN PSIKOTERAPI, Bandung: PT Refika Aditama
Hurlock, Elizabeth B. 1980, Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Erlangga,
Panuju, Panut dan Umami, Ida, 1999, Psikologi
Remaja, Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
Setyoningtyas, Emila, Kamus Trendy Bahasa
Indonesia, Surabaya: Apollo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar